HILANG SAAT YANG LAIN DATANG (Bagian kedua)
“Jangan menatapku seperti itu? Kau tampak menakutkan Oriz”. Aku tertawa
mendengar pertanyaannya. Sungguh aku hanya melihatnya sekilas. Aku juga tak
bermaksud apapun, tapi lihatlah dia. Lihat dia yang terpuruk dengan segala keputusasaannya.
Sampai saat ini dia tak mendapatkan apa yang sebenarnya dia inginkan.
Bagaimanapun dia telah berusaha, pada kenyataannya kecewa yang dia dapat.
“Tolong jangan
tertawa, kau tak tau apa yang aku alami”. Benar, aku memang tak tau apa
yang dia rasakan tentang apa yang dia
alaminya. Aku terlalu sibuk untuk memikirkan hal-hal yang belum pasti. Bukan,
lebih tepatnya aku tak suka bermimpi. Aku hanya akan mengejar apa yang masih
mungkin aku raih. Namun dalam keadaan khusus aku pernah memimpikan sesuatu.
Jika dalam keadaan yang benar-benar khusus, karena aku tidak suka
ketidakpastian. Aku pikir paling tidak aku bermimpi. Aku merasa lelah jika
terus bermimpi.
“Ayolah jangan
menatapku, kau seakan ingin menelanku”. Gadis itu memang rasa percaya dirinya
sangat tinggi, hingga tak bisa membedakan mana melihat dan mana menatap.
Baguslah, paling tidak dia akan merasa masih ada yang memperhatikannya. Jujur
saja aku tidak suka dengan keadaan ini. Rasanya aku ingin meninggalkan dia yang
sedari tadi menangis, tapi anehnya aku tak pernah beranjak dari sisinya. Akankah aku bisa meninggalkannya?
Namaku Oriz, aku
seorang pegawai disalah satu perusahaan swasta di Yogyakarta. Belakangan ini
aku terganggu dengan sebuah memori. Percakapan tadi adalah salah satu contohnya.
Aku berharap itu hanya pikiran yang fiktif saja. Semoga.. Lihatlah wajahnya
yang telah penuh dengan air mata. Akhirnya dia meninggalkan pujaan hatinya dan
kembali bermimpi. Dia mempunyai mimpi baru yaitu berharap pujaan hatinya akan
memintanya menjadi istrinya bukan lagi sekedar pacar. Dia tau bahwa Tuhannya
tidak akan suka bahkan membenci jika dia tetap nekat bersama pujaan hatinya
dengan hubungan yang tidak halal. Dia tau bahwa dia akan terluka, sangat
terluka. Namun, dia lebih memilih untuk
taat.
Seperti yang aku
duga. Dia tak sekuat yang aku kira. Dia hanyalah seorang remaja pada umumnya.
Dia ingin mengejar lagi cintanya. Apakah dia mendapatkannya? Atau akan berakhir
sama? Aku sedang melihatnya, lagi-lagi aku tak bisa untuk tidak melihatnya. Seperti
menonton sebuah drama yang membosankan. Aku kira begitu. Setahun berlalu dia
mendengar bahwa pujaan hatinya sudah sembuh dari sakitnya dan mulai melanjutkan
studinya. Mereka tidak satu sekolah, tapi mereka beruntung karena mereka searah
dan jika sedang rezekinya, mereka akan bertemu dijalan. Aku sebenarnya tidak
tau tentang perasaan pujaan hatinya. Apakah dia masih menyukainya? Apakah dia
sudah melupakannya? Yang aku tau hanya perasaan gadis itu. Dia tak lagi
menyukainya. Dia telah mencintainya, sangat mencintainya. Aku akui bahwa untuk
gadis seusia dia, perasaan yang seperti ini tidak akan mudah dia tangani
sendiri. Aku bisa menggolongkan bahwa dia sedang dalam masalah besar. Aku mulai
berharap dia akan tetap kuat seperti dulu. Aku berharap dia tidak mengecewakanku.
Ah .. kenapa dia
melakukannya? Tidak ingatkah dia dengan
prinsipnya? Hidup memang tidak mudah baginya saat ini. kalau aku diposisinya.
Apakah aku akan melakukan hal yang sama? Aku tidak tau. Aku bahkan tak dapat
membayangkan apa yang akan terjadi padaku. Ehm.. sepertinya aku mulai tertarik
pada kisahnya. Baik, mari kita lihat lagi apa yang dia lakukan sekarang. Dia
berkomunikasi dengan sepupu pujaan hatinya, namanya Bima. Dia sangat menjaga
rahasia hatinya, dia bahkan tak pernah mengatakan bahwa dia punya maksud untuk
lebih dekat dengan lingkungan pujaan hatinya. Bima yang tidak tau apa-apa
akhirnya jatuh cinta padanya. Mengetahui perasaan Bima yang sebenarnya, dia
menarik diri dan menyesal. Malang sekali dia, tak mendapatkan apa yang dia inginkan.
Usahanya sia-sia, dia bahkan tak dapat bertemu dengan pujaan hatinya setalah
dia berkomunikasi dengan Bima. Okelah, aku katakan dia orang yang angkuh. Dia
tak mau terlihat bahwa sebenarnya dia sangat mencintai pujaan hatinya. Aku
katakana bagus. Lanjutkan saja Meta.
Maafkan aku karena
terlambat memperkenalkan tokoh dalam cerita ini. Gadis itu bernama Meta
Lestari, aku biasa memanggilnya Meta. Memanggilnya? Benarkah? Aku bahkan tak
tau apakah tokoh ini benar-benar nyata atau hanya pikiran fiktifku saja.
Baiklah, aku tak akan mempedulikan lagi soal ini. aku ingin memori ini hilang
setelah aku menceritakannya pada kalian. Meta, gadis itu memilih pada prinsip
awalnya. Dia memilih untuk mencintai Tuhannya. Biar bagaimanapun Tuhannyalah
yang menunjukkan jalan kembali padanya. Maka aku harap dia berbahagialah.
Berbahagialah Meta Lestari.
Komentar
Posting Komentar