MEMORI

Malam itu bukanlah malam seperti biasanya. Malam yang sangat istimewa untukku. Malam dimana aku menikmati indahnya langit di Timur Indonesia. Keindahan malam yang tak kunikmati sendiri. Inilah pertama kali bagiku melihat langit dan gugusan bintang bersama para sahabat. Para sahabat yang akan menemani malam-malamku selama berada di Fafanlap. Kurasakan keindahan yang sangat luar biasa. Kesyukuran yang membuncah kian dasyat. Bersama para sahabat aku menikmatinya. Sembari bersenandung kami mulai mengamati langit itu. Memulai pencarian seputar perbintangan. Menemukan Sungai Bima Sakti, bintang biduk, bintang scorpion dan bintang-bintang lainnya. Sejenak aku teringat akan satu hal. Aku teringat tentang sebuah penemuan pada jaman Abasiyah. Penemuan yang sampai saat ini masih dipergunakan.
Trigonometri, trigonometri merupakan ilmu pengetahuan yang pernah aku pelajari. Penemuan ini memanfaatkan gugusan bintang berupa segitiga siku-siku. Para ilmuan menentukan posisi Ka’bah (kiblat) dengan menghitung gugusan bintang. Pada saat itu belum ditemukan alat penunjuk arah, sehingga untuk menentukan arah Ka’bahpun belum bisa dilakukan.  Ketika para ilmuan menyadari bahwa bintang yang dilihat di Mekah sama saja dengan bintang yang mereka lihat di Damaskus (Damaskus merupakan ibu kota Abasiyah) maka para ilmuan mengkajinya. Begitulah , ilmuan muslim mengkaji setiap ilmu Allah. Bukan untuk popularitas, tetapi semata-mata untuk beribadah kepada Allah.

“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya kami benar-benar meluaskannya. (QS. Adz. Dzariyat, 51: 47)”

            “Fah” sapaan itu mengembalikanku pada suka cita bersama mereka. Malam yang berbeda dari malam yang pernah aku lalui. Tidak hanya orang-orang baru yang bersamaku saat itu. Perasaan inipun bukanlah perasaan yang kukenal. Perasaan ini sangat menyenangkan, membuatku lepas dan tak terkekang. Pada satu titik aku bertanya “ya Allah, orang seperti apakah mereka yang saat ini bersamaku?”. Tak ada jawaban yang dapat aku temukan. Kelak aku percaya jawaban itu akan nampak dengan sendirinya.
            Masih bersama mereka. Bersenandung bersama, mengagumi penciptaannya yang semakin indah bila terus dipandang. Rasanya tidak ingin aku mengakhiri malam ini. momen ini aku sebut sebagai rangkaian memori, yang akan aku tulis suatu saat nanti. Tidak lagi aku tulis dengan tinta biasa. Setiap memori akan aku tulis dengan tinta iman, yang jikapun hilang memori itu, maka iman itulah yang akan menyatukannya kembali.
            Malam itu membuatku tersadar bahwa 50 hari yang akan aku lalui akan menjadi hari-hari yang pendek. Bukan jumlah jam yang berkurang atau waktu yang semakin cepat berlalu. Bersama sosok-sosok luar biasa itulah yang membuatku merasumsi demikian. Aku hanya berharap saat ini maupun kelak disaat kami berpisah, memori-memori yang telah tertulis tak akan pernah hilang.


“Wahai umat manusia! Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari lelaki dan perempuan, dan Kami telah menjadikan kamu berbagai bangsa dan berpuak-puak, supaya kamu berkenal-kenalan (dan beramah mesra antara satu sama lain). Sesungguhnya semulia-mulia kamu di sisi Allah ialah orang lebih bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, lagi Maha Mendalam Pengetahuan-Nya. (Al. Hujurat:13)”






Fafanlap, 20 Juli 2014



lihat mereka...
lihat mereka..
lihat mereka.
lihat mereka


Komentar

Postingan Populer